Wednesday, May 13, 2015

Membangun Harga Diri Anak


Betapa banyak orang tumbuh dengan perasaan minder, sulit bergaul dan pemarah !
Biasanya jika ditelusuri asal-muasalnya, perasaan itu muncul karena sejak kecil orang tersebut tidak bertumbuh dengan  HARGA DIRI yang cukup. Bisa karena sering dicela, dipersalahkan dan jarang dipuji. Bisa juga karena bertumbuh tanpa pengarahan orangtua, hanya dengan pembantu dan baby-sitter.
Pada saat remaja, anak akan bersosialisasi dengan teman-temannya dengan tangki cinta yang nyaris kosong, sehingga dia akan menjadi anak yang mudah dipengaruhi untuk melakukan hal-hal buruk.

Merasa diri berharga adalah hal yang sangat penting !!
Perasaan ini dibentuk melalui relasi orangtua dengan anak. Salah satu caranya adalah sejak kecil usahakan agar anak kita mendapat penerimaan dan penghargaan rasa dicintai. 
Mengasihi anak tanpa syarat merupakan modal utama bagi pembentukan harga diri anak!

Mengasihi tanpa syarat berarti mengasihi anak, tak peduli apa pun yang mereka lakukan, katakan, dan percayai. Sebagai orangtua, kita boleh saja tidak suka dengan perbuatan mereka, namun kita akan tetap mengasihi mereka. Untuk memberikan kasih sayang tanpa syarat, kita perlu menjadi orangtua yang tangguh dan menggunakan pikiran jernih. Dengan demikian, walaupun hati kita kadang-kadang kecewa mendengar perkataan anak yang kurang berkenan, kita bisa tetap menggunakan pikiran sehat tanpa mempengaruhi rasa cinta kita pada anak.
Banyak orangtua bersikap tidak konsisten, yaitu bersikap suportif dan penuh perhatian ketika anak bersikap manis dan penurut, tapi kemudian berubah sikap menjadi keras  jika anak tidak menurut. Padahal, justru mengasihi tanpa syarat paling dibutuhkan ketika anak kita dalam kondisi “sedikit menyebalkan”. Misalnya, ketika anak-anak sedang melakukan dengan sengaja sesuatu yang dilarang oleh orangtua.


Bagaimana caranya mengasihi anak tanpa syarat ?
1.       Bedakan “anak” dengan “perilakunya”
Ketika anak memukul temannya, ada dua cara orangtua mengevaluasinya.
Pertama, dengan menyatakan perilaku anak secara spesifik, “Kamu kehilangan kesabaran lalu memukul teman kamu ya.”
Yang kedua, dengan memfokuskan pada anak, lalu menyimpulkan, “Kamu pemukul.”
Apabila kita berfokus pada perilaku, maka kita bisa membantu anak untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu diperbaiki. Sebaliknya, jika kita berfokus pada anak, maka kita memberi label “pemukul” kepada anak kita.

2.       Berikan perhatian dan waktu khusus.
Waktu khusus adalah waktu berinteraksi bersama anak, seperti bermain dan bercakap-cakap. Jadi bukan sekadar bertanya, “Sudah mandi belum?” atau “Sudah mengerjakan PR belum?”.
Bukan pula menjawab pertanyaan anak sambil membaca koran atau menonton TV.
Memberikan perhatian dapat juga dilakukan dengan memberikan banyak sentuhan fisik, seperti pelukan, belaian, tepuk kepala atau punggungnya, atau sentuhan apa saja yang disukai anak.

3.       Hargai keunikan masing-masing anak.
Mengasihi anak apa adanya memerlukan pengetahuan tentang keunikan anak dan mengijinkannya berkembang. Usahakan sejak kecil kita mengenali minat dan bakat anak, lalu
bantulah anak mengenali keunikan pribadinya, dan doronglah anak untuk mengembangkannya.
Tidak sedikit orangtua tergoda memberi anaknya les banyak, dan berharap anaknya pandai dalam banyak bidang, padahal ini adalah ambisi orangtuanya.
Kemudian, jangan suka membanding-bandingkan si anak dengan kakak atau adiknya.

4.       Mengurangi kritikan dan mencari alternatifnya.
Kritik yang terlalu sering sama sekali tidak produktif, bahkan anak akan berhenti mencoba jika ia berpikir tidak mungkin menyenangkan orangtuanya. Terlalu banyak kritik akan membuat anak merasa tak berharga.
Jika kita terpaksa mengkritik, jelaskan tindakannya dengan jelas dan spesifik, misalnya, “Pukulan kamu menyakiti adikmu.”  Jangan mengatakan kepada anak, “Kamu jahat.”
Perhatikan juga bahasa tubuh kita agar kita tetap bisa menyampaikan kritik dengan tenang, bukan dengan kemarahan.

Sebagai pengganti kritik, kita dapat memanfaatkan masalah menjadi teaching moment. Banyak hal berharga yang bisa kita ajarkan pada anak ketika dia berperilaku negatif. Misalnya, ketika melihat dampak perbuatannya bisa melukai perasaan dan fisik orang lain, kita bisa mengajak anak untuk mengevaluasi emosinya dan mengajaknya berpikir. Bantulah anak untuk membuat rencana lain agar lain kali, saat kecewa ia tidak harus melukai orang lain. Perlu diingat bahwa ketika anak berperilaku negatif, tujuan kita bukan membuat anak merasa dirinya jahat atau tidak baik. Tetapi kita mengembangkan cara berpikir anak dan kecerdasan emosi anak.

5.       Mengembangkan rasa percaya diri anak.
Rasa percaya diri anak muncul pertama kali dari kasih, kepedulian dan penilaian orang tua terhadap anak. Apa yang orangtua katakan tentang anak, itulah yang dia percayai. Jika kita mengatakan bahwa anak kita berharga, dia pun percaya bahwa dia berharga. Jangan pernah melihat anak kita sebagai suatu masalah.
Lihatlah permasalahan anak kita sebagai kesempatan untuk mendidik dan menunjukkan kasih sayang.

Kata-kata yang sering digunakan orangtua ketika berinteraksi dengan anak sangat berpengaruh dalam perkembangan harga diri anak. Karena itu, usahakan untuk memilih kalimat-kalimat positif yang dapat membangun harga diri anak.

Berikut ini beberapa contoh yang dapat digunakan untuk berbicara pada anak:

1.       “Papa/mama mencintaimu, apa pun yang terjadi.”
2.       “Kamu sangat istimewa karena......”
(Katakan kepadanya mengapa ia istimewa, misalnya rajin belajar, peduli kepada orang lain, dan suka menolong).
3.       Papa/mama bangga kepadamu.”
(Ketika anak melakukan hal yang positif dan memerlukan perjuangan).
4.       “Jangan takut melakukan kesalahan. Kesalahan adalah awal dari setiap kemajuan.”
(Ajarkan anak untuk belajar dari kesalahan yang dilakukannya. Berikan contoh hal-hal benar yang dapat dilakukannya dalam situasi yang sama).
5.       “Kamu menyenangkan. Papa/mama senang bersamamu.”
6.       “Papa/mama senang mendengarkan ceritamu.....ayo cerita lagi.”
(Menceritakan pengalamannya sangat penting bagi anak. Bila kita sering memintanya bercerita, ia akan merasa diperhatikan dan lebih mempercayai kita).
7.       “Ayo, belajar hidup seimbang.”
(Ajarkan anak bahwa semua hal harus seimbang, misalnya belajar, bermain, makan, beristirahat, dan semua harus sesuai dengan kebutuhan).
8.       “Pasti ada yang lucu di balik peristiwa ini. Apa itu?”
(Tertawa menghilangkan kesedihan dan stress, mencairkan situasi yang tegang).
9.       “Carilah hal positif dari orang-orang yang kamu temui.”
(Ajarkan anak kita untuk peduli kepada orang lain, tidak menghakimi seseorang, dan tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan).
10.   “Hebat, kamu berhasil menyelesaikannya!”, “Kamu bisa!”, atau “Kamu bisa menjawab soal PR ini, padahal susah juga lho. Bagus sekali.”
11.   “Papa/mama percaya kepadamu!”
(Pernyataan yang sederhana ini mengajarkan anak bahwa kita mendukungnya).
12.   “Coba katakan, apa yang kamu pelajari dari sana?”
(Ajarkan anak untuk menyaring pelajaran yang ia dapat dari pengalamannya sehari-hari).
13.   “Papa/mama suka semangat kamu.”


(Sumber : Mendidik Anak Utuh & Successful Parenting)

No comments:

Post a Comment